Not Impossible
"Kenapa
dengan putra
saya, Dok?" seorang pria langsung menyerbu dokter yang baru saja keluar
dari ruang pemeriksaan, jelas sekali raut wajah pria itu gelisah juga cemas.
Berkali-kali pria itu meremas jari-jarinya, berdoa penuh harap kepada Tuhan. Tidak lupa dengan seorang wanita di
belakang pria itu dengan wajah yang tak kalah pucatnya.
Dokter Mila, nama dokter itu, menghela nafas sejenak.
Tidak berani mengucapkan kejujuran sebenarnya, namun sebagai dokter, keluarga
pasien harus mengetahui keadaan pasien. “Putra anda sudah lama mengidap kanker,
saya yakin pasien sudah menahan sakit setelah sekian lama. Sekarang saja pasien
sudah berada di stadium ketiga, kalau pasien tidak mendapatkan perawatan yang
baik, pasien bisa saja tidak selamat”
Keheningan memenuhi ruangan itu, tidak ada yang berani
mengeluarkan kata-kata. Pria dan wanita yang sedari tadi menunggu, kini sesak
nafas. Bagaimana bisa?
“Kenapa, Ma? Pa?” tanya seseorang yang baru saja datang
mendekat, ia baru saja dari kamar kecil. Melihat dokter datang membuat ia
penasaran, namun tidak ada jawaban yang remaja itu dapati. Raut wajah ke-2
orang tuanya menjadi jawabannya, walau tidak tau pasti, yang remaja itu yakini
pastilah kabar buruk yang datang menyapa telinga.
“Kenapa, Dok?” remaja itu menatap dokter yang masih diam
di tempat, ikut merasakan bagaimana perasaan ke-2 orang tua di hadapannya.
“Anda adik pasien?”
“Iya, saya adiknya” jawab remaja itu sembari mengangguk,
rasa penasarannya meluap, tetapi sepertinya dokter itu enggan memberitau. Di
saat dokter itu sudah membuka mulut, tangis dari sang wanita terdengar. Remaja
itu menoleh, menatap mamanya tengah dirangkul papanya.
“Kenapa?” remaja itu mulai habis kesabarannya, ia terlalu
penasaran dengan situasi mencekam ini, terlebih sampai mamanya sendiri
menangis, tampak juga papanya tengah menahan tangis sekuat tenaga walau
nyatanya air mata sudah di ujung tanduk.
“Kenapa!? Dok, kalau ditanya itu dijawab!” paksa remaja
itu, mengguncang-guncangkan tubuh sang dokter.
“Kanker apa, Dok?” tanya sang papa, tampak suara beliau
bergetar. Remaja itu langsung menoleh, kanker?
“Otak” jawab Dr. Mila.
Aluna menatap air mancur dalam diam, yang ia butuhkan
saat ini adalah ketenangan. Kabar akan kakaknya yang mengidap kanker otak sejak
lama membuat hatinya tergores, kenapa kakaknya bisa menyembunyikannya sampai di
stadium 3? Kenapa dirinya baru sadar sekarang? Kenapa dirinya tidak peka akan
rasa perih kepala kakaknya? Aluna yakin, kapan pun rasa sakit itu menyerang,
kakaknya mau menahannya dengan senyuman yang tidak mencurigakan.
Air mata kembali menetes, ini sudah kesekian kalinya
Aluna menangis. Aluna memang tidak pintar di bidang kesehatan, tapi yang Aluna
tau, kanker otak stadium 3 bukanlah hal yang mudah untuk ditangani. Rata-rata
para pasien yang mengidap kanker tersebut tak terselamatkan, dan, Aluna tidak
ingin hal itu terjadi kepada kakaknya.
Mark, kakaknya, mempunyai banyak impian. Mark adalah
orang yang genius, baik, suka melawak, jujur, sabar, dan selalu bisa mengatasi
masalah yang menghadang. Mark bagi Aluna adalah seseorang yang sempurna. Perlu
diketahui, Aluna sekeluarga pindah ke luar negeri saja itu karena Mark mendapat
beasiswa. Saat kabar itu datang, Aluna menangis seharian, dia ingin ikut
kakaknya pergi, hingga akhirnya mereka sekeluarga pindah.
Aluna tau, Mark punya banyak cita-cita. Tapi, yang paling
Mark inginkan adalah membahagiakan orang yang disayanginya. Mark masih remaja,
17 tahun, sedangkan Aluna 15 tahun, selisih 2 tahun memang. Mark pintar
diberbagai hal. Ia suka hal yang berbau Matematika, IPA, IPS, dan TIK. Di kamar
Mark saja, sekarang sudah ada beberapa hasil penemuannya.
Bakat Mark tentu akan percuma jika tidak diasah dengan
baik, bakat Mark juga akan bermanfaat untuk memajukan negara. Dibanding dengan
Aluna, Aluna bukan apa-apa. Aluna hanya remaja biasa, dengan kepintaran yang
berbeda jauh jika dibandingkan Mark yang kepintarannya mungkin setinggi Langit
ke-7. Aluna tau itu hiperbola, tetapi memang itu perumpaan yang tepat.
Banyak Beta mendengar
Nothing is impossible in world
Beta ingin percaya itu, Beta mau itu benar
Tapi, Beta tidak mau kecewa jika itu tidaklah benar
Jika Beta bisa berbicara kepada Tuhan
Tolong, berikan kesempatan kepada Beta
Beta ingin meminta pertolongan-Nya
Demi kakak Beta
Wahai Tuhan, Beta memohon
Seperti ajaran Islam, Beta bernadzar
Jika Engkau menyembuhkan kakak Beta
Ambil nyawa Beta sebagai gantinya
Beta berharap Engkau mengabulkan
Tolong, buatlah Beta percaya
Bahwa memang tidak ada
Yang mustahil di dunia
-Aluna
Lelaki
itu setiap hari datang ke tempatnya, selalu membawa oleh-oleh ketika bertamu.
Seorang gadis kecil juga seorang wanita selalu menemani lelaki itu. Lelaki itu
selalu berkata kepada sang pemilik tempat sebagai pembuka bahwa, “Memang tidak
ada yang mustahil di dunia, Kakak mengakui itu, Aluna”
Mark
tau, apa yang dilakukan adiknya. Sebelum dirinya sadar, ia bertemu Aluna di
alam sadar. Mark kira itu hanya mimpi, mendengar Aluna seakan mengatakan
kalimat perpisahan. Namun, begitu mendengar adiknya tidak ada di dunia ini,
membuat Mark yakin. Aluna pamit kepada dirinya di bawah alam sadar.
Mark
berjanji, ia akan menggapai semua cita-citanya. Mark yakin, jika ia berhasil,
jika ia sukses, adik dengan ke-2 lesung pipi di pipinya itu akan tersenyum
bangga. Karena, alasan itulah adiknya mengorbankan nyawa untuk dirinya.