Manusia Sebagai Makhluk Sosial
"Aduh,, coba lihat! Ini oppa ganteng banget..!!" seru Lisa, meremas lengan temannya dengan mata masih tertuju pada iPhone-nya yang menunjukkan wajah salah satu artis terkenal asal Korea.
Rara, teman Lisa, memutar bola mata sembari berdecih, "Gantengan Manu Rios, kali!"
Lisa menghembuskan nafas, "Oppa yang terbaik, Mbak e"
"Tau, ah, serah, bodo amat gue!" Rara menyerah, kalau sudah membicarakan Korea, Lisa tidak akan pernah menyerah untuk membela negara idolanya itu.
"Bagus pol-pol an itu, ya, Third Lapat" Ovi menimbrung.
"Alah, kamu nggak bakal suka dia kalau aku nggak nunjukin MV-nya" Lisa memutar bola mata sebal, sedangkan Ovi cengar-cengir.
"Ya iyalah ganteng, orang laki semua. Ya kali, cowok cantik" Celia menyambung.
"Iyain, manut" ucap Lisa, Rara, dan Ovi, tidak mau memulai debat dengan Celia yang selalu bicara yang aneh-aneh.
"Eh, cerita di wattpad ada yang mau terbit, lho!" seru Celia memberitahu.
"Cerita apa?" tanya Rara.
"Nahh.. itu!! Lupa, hehe" Celia cengar-cengir, sedangkan Rara memutar bola mata.
"Berapa harganya?" tanya Lisa.
Celia mengingat-ingat, "Mmm.. seratus ribu, kali, ya?"
"Busyet, mahal banget!" semprot Ovi dengan berteriak, membuat ke-3 temannya sontak menutup telinga lantaran suara Ovi yang sudah seperti toa masjid.
"Sante aja, kali" protes Lisa sembari mengelus telinganya yang sepertinya akan pecah.
"Mending-mending buat beli paketan, nonton You Tube!" seru Lisa.
"Busyet! Buang-buang uang" semprot Ovi lagi.
"Lo kenapa, sih? Terserah gue, dong, orang hidup gue, kenapa lo sewot?" sewot Lisa tersinggung.
"Ya gue tau kalau itu hidup lo, tapi seenggaknya uangnya itu juga dibuat anak yatim piatu, kek. Kita itu seharusnya berbagi ke sesama saudara, uangnya jangan dibuat itu-itu doang. Lihat anak yatim seneng tu ada kebahagiaan tersendiri, lho" Ovi menjelaskan.
"Eh, iya, ke panti asuhan, yuk? Ngasih sedekah sama main-main di sana" ajak Rara yang sepertinya sudah tersihir oleh ucapan Ovi.
"Boleh juga, gue belum pernah ke panti asuhan. Nyoba hal baru boleh, kan, ya" Celia mengangguk setuju.
"Lo gimana, Lis?" tanya Ovi sembari menatap Lisa yang belum mengeluarkan jawabannya.
Tampak Lisa sedang berpikir, "Panti asuhan? Mm... boleh, juga, sih. Hidup nggak harus itu-itu doang, harus ada sesuatu yang baru buat dijadiin pengalaman baru. Nanti gue bisa cerita ke cucu-cucu"
"Woi, kenapa lo mikirnya sampe cucu-cucu!?"
"Haha, berarti udah fix ya? Minggu ke panti asuhan"
"Oke"
Beberapa hari kemudian, di hari Minggu.
"Pagi" Ovi yang pertama kali menyapa, sedangkan yang lain tersenyum kaku.
"Pagi, ayo, masuk. Anak-anak sudah menunggu di dalam" Bu Aminah, pengurus panti menyambut kedatangan Ovi, Rara, Lisa, dan Celia. Ke-4 anak itu mengekori Bu Aminah dari belakang.
"Lo udah janjian sama pemilik panti?" bisik Rara ke Ovi, Ovi mengangguk mengiyakan.
Begitu mereka bertemu anak-anak panti yang masih balita, mereka langsung luluh. Mereka begitu kagum akan kebersamaan mereka, mereka tetap bahagia meski kehilangan orang tua, tetap bersikap baik walau tidak ada hubungan darah, dan mereka juga saling berbagi. Baik Lisa, Rara, maupun Celia, mereka merasa malu.
Mereka tidak menggunakan uang dengan baik juga tidak begitu dekat dengan orang tua walau orang tua mereka ada di rumah. Mereka seharusnya menyumbangkan harta untuk yang membutuhkan, bukan untuk membeli tiket konser saja, atau buku novel, atau pun kuota. Selagi orang tua mereka juga masih ada, seharusnya mereka menghabiskan waktu bersama di hari libur.
Rara yang paling sensitif itu langsung menangis ketika mengetahui ada seorang bayi yang baru berumur 2 minggu sudah dibuang oleh keluarganya lantaran ada suatu kefatalan saat proses melahirkan sehingga menghasilkan kaki sang bayi menjadi lumpuh total. Mereka seharusnya bersyukur orang tua mereka masih ada, berbeda dengan anak panti yang sudah ditinggalkan keluarganya.
Sejak saat itu, setiap hari libur mereka selalu mengunjungi salah satu panti untuk bermain sembari menyumbang harta yang mereka punya. Manusia adalah makhluk sosial, saling membutuhkan satu sama lain. Ke-4 anak itu memberi harta, sedangkan anak panti memberi kebahagiaan. Tak jarang Ovi, Rara, Lisa, dan Celia mengajak keluarga mereka untuk mengunjungi panti dan bermain bersama anak-anak panti di sana. Melihat orang bahagia membuat hati ke-4 anak perempuan itu lebih senang dibanding hanya untuk menonton konser artis, atau buku best seller maupun kuota untuk membuka internet.
"Lo kenapa, sih? Terserah gue, dong, orang hidup gue, kenapa lo sewot?" sewot Lisa tersinggung.
"Ya gue tau kalau itu hidup lo, tapi seenggaknya uangnya itu juga dibuat anak yatim piatu, kek. Kita itu seharusnya berbagi ke sesama saudara, uangnya jangan dibuat itu-itu doang. Lihat anak yatim seneng tu ada kebahagiaan tersendiri, lho" Ovi menjelaskan.
"Eh, iya, ke panti asuhan, yuk? Ngasih sedekah sama main-main di sana" ajak Rara yang sepertinya sudah tersihir oleh ucapan Ovi.
"Boleh juga, gue belum pernah ke panti asuhan. Nyoba hal baru boleh, kan, ya" Celia mengangguk setuju.
"Lo gimana, Lis?" tanya Ovi sembari menatap Lisa yang belum mengeluarkan jawabannya.
Tampak Lisa sedang berpikir, "Panti asuhan? Mm... boleh, juga, sih. Hidup nggak harus itu-itu doang, harus ada sesuatu yang baru buat dijadiin pengalaman baru. Nanti gue bisa cerita ke cucu-cucu"
"Woi, kenapa lo mikirnya sampe cucu-cucu!?"
"Haha, berarti udah fix ya? Minggu ke panti asuhan"
"Oke"
Beberapa hari kemudian, di hari Minggu.
"Pagi" Ovi yang pertama kali menyapa, sedangkan yang lain tersenyum kaku.
"Pagi, ayo, masuk. Anak-anak sudah menunggu di dalam" Bu Aminah, pengurus panti menyambut kedatangan Ovi, Rara, Lisa, dan Celia. Ke-4 anak itu mengekori Bu Aminah dari belakang.
"Lo udah janjian sama pemilik panti?" bisik Rara ke Ovi, Ovi mengangguk mengiyakan.
Begitu mereka bertemu anak-anak panti yang masih balita, mereka langsung luluh. Mereka begitu kagum akan kebersamaan mereka, mereka tetap bahagia meski kehilangan orang tua, tetap bersikap baik walau tidak ada hubungan darah, dan mereka juga saling berbagi. Baik Lisa, Rara, maupun Celia, mereka merasa malu.
Mereka tidak menggunakan uang dengan baik juga tidak begitu dekat dengan orang tua walau orang tua mereka ada di rumah. Mereka seharusnya menyumbangkan harta untuk yang membutuhkan, bukan untuk membeli tiket konser saja, atau buku novel, atau pun kuota. Selagi orang tua mereka juga masih ada, seharusnya mereka menghabiskan waktu bersama di hari libur.
Rara yang paling sensitif itu langsung menangis ketika mengetahui ada seorang bayi yang baru berumur 2 minggu sudah dibuang oleh keluarganya lantaran ada suatu kefatalan saat proses melahirkan sehingga menghasilkan kaki sang bayi menjadi lumpuh total. Mereka seharusnya bersyukur orang tua mereka masih ada, berbeda dengan anak panti yang sudah ditinggalkan keluarganya.
Sejak saat itu, setiap hari libur mereka selalu mengunjungi salah satu panti untuk bermain sembari menyumbang harta yang mereka punya. Manusia adalah makhluk sosial, saling membutuhkan satu sama lain. Ke-4 anak itu memberi harta, sedangkan anak panti memberi kebahagiaan. Tak jarang Ovi, Rara, Lisa, dan Celia mengajak keluarga mereka untuk mengunjungi panti dan bermain bersama anak-anak panti di sana. Melihat orang bahagia membuat hati ke-4 anak perempuan itu lebih senang dibanding hanya untuk menonton konser artis, atau buku best seller maupun kuota untuk membuka internet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar